Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi kembali mengumpulkan petani, pelajar hingga penyeduh kopi (barista) dalam Festival Proses Kopi yang digelar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Kamis (25/7).
Suharti (45) petani kopi asal Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, baru merasakan manisnya harga kopi berkali lipat setelah mendapatkan edukasi bagaimana cara memelihara, memanen, mengolah kopi hingga siap jual. Sebelumnya harga Suharti hanya menjual kopi di tengkulak dengan harga rendah
"Panen saya dihargai Rp 21 ribu per kilo, kalau diolah sendiri 2 ons saya bisa jual Rp 25 ribu," kata Suharti menceritakan pengalamannya dihadapan para peserta.
Bila harga jual kopi yang belum diproses per kilogram Rp 21 ribu, bila sudah diolah dan sudah dikemas dengan menarik bisa laku menjadi Rp 125 ribu per kilogram.
Peningkatan harga kopi yang dirasakan Suharti, setelah dia mendapatkan pelatihan meningkatkan nilai jual produk dari Disperindag Banyuwangi.
Suharti mendapatkan pelatihan cara mengolah kopi dengan benar hingga mengemas kopi semenarik mungkin untuk meningkatkan nilai jual.
"Sekarang saya panen, jemur keringkan, kemas dan jual sendiri. Terima kasih sudah melatih kami sehingga saya merasakan harga kopi yang bagus," kata Suharti.
Produk kopi milik Suharti saat ini sudah menembus pasar regional dan domestik mulai Jakarta hingga Batam.
"Cuma kendalanya sekarang ke ongkir (jual beli online) yang mahal," ujarnya.
"Karena kemarin dapat kritikan rasa kopi saya kurang enak, makanya saya datang ke sini lagi," tambahnya.
Sementara itu, Pendamping IKM Daerah, Disperindag Banyuwangi, Dhian Puspita Sari menjelaskan, petani kopi diajari secara intensif selama 5 hari mulai dari teori hingga praktik, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen hingga pasca panen.
Dhian merupakan pendamping yang ditugaskan memberi edukasi ke petani kopi, salah satunya Suharti.
"Pelatihan intensif dua hari teori, tiga hari praktik, mulai dari cara pembibitan, penanaman, pemeliharaan, sampai panen, memilih biji kopi, sampai pasca panen," katanya.
Dia menambahkan, hal yang penting untuk menguatkan nilai jual dan pemasaran kopi di kalangan petani yakni kemasan, penentuan merek, izin PIRT dan label halal.
"Ini penting dasar dari produk itu PIRT, bisa lingkup di daerah. Tapi kalau halal (label) bisa lebih luas pemasarannya," jelasnya.
"Percuma produknya enak tapi kalau tidak bisa keluar (skala pasar)," tambahnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjelaskan, festival proses kopi merupakan salah satu even edukasi agar muncul pengusaha-pengusaha baru. Menurutnya kopi merupakan produk yang mudah ditemui dan digemari banyak orang, sehingga bisa memberi dampak ekonomis yang tinggi.
"Ini festival edukasi, proses kopi di festival kan, barista tumbuh, perajin kopi banyak. startup yang paling mudah digerakkan adalah kopi. Karena kopi ada di sekitar kita, hulu hilir value-nya tinggi, per Kg 25-30 ribu, jika diolah dengan benar bisa jadi Rp 125 ribu," paparnya.
Festival Proses Kopi kali ini menghadirkan serangkaian pelatihan mengenai kopi, cara menyeduh, diskusi dengan menghadirkan Barista Muhammad Aga, dan pertemuan antar pecinta kopi Banyuwangi. (hrs)
Festival Proses Kopi |
"Panen saya dihargai Rp 21 ribu per kilo, kalau diolah sendiri 2 ons saya bisa jual Rp 25 ribu," kata Suharti menceritakan pengalamannya dihadapan para peserta.
Bila harga jual kopi yang belum diproses per kilogram Rp 21 ribu, bila sudah diolah dan sudah dikemas dengan menarik bisa laku menjadi Rp 125 ribu per kilogram.
Peningkatan harga kopi yang dirasakan Suharti, setelah dia mendapatkan pelatihan meningkatkan nilai jual produk dari Disperindag Banyuwangi.
Suharti mendapatkan pelatihan cara mengolah kopi dengan benar hingga mengemas kopi semenarik mungkin untuk meningkatkan nilai jual.
"Sekarang saya panen, jemur keringkan, kemas dan jual sendiri. Terima kasih sudah melatih kami sehingga saya merasakan harga kopi yang bagus," kata Suharti.
Produk kopi milik Suharti saat ini sudah menembus pasar regional dan domestik mulai Jakarta hingga Batam.
"Cuma kendalanya sekarang ke ongkir (jual beli online) yang mahal," ujarnya.
"Karena kemarin dapat kritikan rasa kopi saya kurang enak, makanya saya datang ke sini lagi," tambahnya.
Sementara itu, Pendamping IKM Daerah, Disperindag Banyuwangi, Dhian Puspita Sari menjelaskan, petani kopi diajari secara intensif selama 5 hari mulai dari teori hingga praktik, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen hingga pasca panen.
Dhian merupakan pendamping yang ditugaskan memberi edukasi ke petani kopi, salah satunya Suharti.
"Pelatihan intensif dua hari teori, tiga hari praktik, mulai dari cara pembibitan, penanaman, pemeliharaan, sampai panen, memilih biji kopi, sampai pasca panen," katanya.
Dia menambahkan, hal yang penting untuk menguatkan nilai jual dan pemasaran kopi di kalangan petani yakni kemasan, penentuan merek, izin PIRT dan label halal.
"Ini penting dasar dari produk itu PIRT, bisa lingkup di daerah. Tapi kalau halal (label) bisa lebih luas pemasarannya," jelasnya.
"Percuma produknya enak tapi kalau tidak bisa keluar (skala pasar)," tambahnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjelaskan, festival proses kopi merupakan salah satu even edukasi agar muncul pengusaha-pengusaha baru. Menurutnya kopi merupakan produk yang mudah ditemui dan digemari banyak orang, sehingga bisa memberi dampak ekonomis yang tinggi.
"Ini festival edukasi, proses kopi di festival kan, barista tumbuh, perajin kopi banyak. startup yang paling mudah digerakkan adalah kopi. Karena kopi ada di sekitar kita, hulu hilir value-nya tinggi, per Kg 25-30 ribu, jika diolah dengan benar bisa jadi Rp 125 ribu," paparnya.
Festival Proses Kopi kali ini menghadirkan serangkaian pelatihan mengenai kopi, cara menyeduh, diskusi dengan menghadirkan Barista Muhammad Aga, dan pertemuan antar pecinta kopi Banyuwangi. (hrs)