Disdikbud Kabupaten Pasuruan Sosialisasikan 6 Komponen Sekolah Ramah Anak
Kegiatan sosialisasi sekolah ramah anak (SRA) |
Pasuruan - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan menggelar acara sosialisasi sekolah ramah anak (SRA) dihadiri oleh Kepala Sekolah tingkat TK, SD dan SMP ber-SK SRA sebagai tahap pengembangan standarisasi di Kabupaten Pasuruan.
Musannah Hidayati Laili, SST.,M.Kes Kepala Unit Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Pasuruan menyampaikan untuk menciptakan sekolah ramah anak perlu didukung enam komponen yang saling terkait.
"Enam komponen SRA ini terdiri dari kebijakan tentang SRA, pendidik dan tenaga kependidikan terlatih konvensi hak anak atau KHA, proses belajar yang ramah anak, sarana dan prasarana ramah anak, partisipasi anak serta partisipasi orangtua, lembaga masyarakat, dunia usaha, alumni, stakeholder dan lainnya," terangnya, di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan, Selasa (22/8/23).
Laili mengungkapkan, komponen utama untuk mewujudkan sekolah ramah anak adalah kebijakan SRA iu sendiri.
"Terpenting, membuat kebijakan atau aturan untuk kepentingan terbaik anak, seperti imbauan tidak merokok di lingkungan satuan pendidikan, menjauhi narkoba, dan lainnya, kemudian tata tertib yang sudah menghilangkan unsur hukuman, ancaman, sanksi diganti dengan pembinaan, pendekatan persuasif dan konsekuensi logis," ucap Laili.
Laili juga menekankan pentingnya kebijakan SRA tersebut ditindaklanjuti dengan kerjasama lembaga layanan terdekat seperti puskesmas, kepolisian, UPT PPA, pemadam kebakaran, lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media massa. Soal pendidik pun, dikatakan Laili, haruslah terlatih dalam segi konvensi hak anak.
"Pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki sertifikat pelatihan konvensi hak anak (KHA), yang dilaksanakan oleh dinas terkait seperti Dinas PPPA, Disdik, Kanwil, Kemenag atau satuan pendidikan itu sendiri," pungkasnya.
Laili menambahkan, harus pula dicermati terkait proses belajar ramah anak, penerapan disiplin positif, tanpa kekerasan yang merendahkan martabat anak, selalu menilai perilaku positif anak, memberikan motivasi belajar, membangun keakraban dengan anak, pembentukan karakter positif anak serta melibatkan orangtua dan pihak lain untuk mewujudkan kelas yang inspiratif.
"Sistem ukur pada anak juga harus dievaluasi. Beberapa sistem poin harus dirubah, yang semula mengukur kesalahan anak, kita ubah menjadi mengukur kebaikan anak," terangnya.
Tak kalah penting, Laili menyebutkan mekanisme pengaduan satuan pendidikan SRA dengan beberapa tahapan.
"Mekanisme pengaduan SRA diawali dengan penyampaian pengaduan oleh korban dan saksi yang menjurus ke pelanggaran anak, kedua adalah tim pengaduan dengan menerima pengaduan dan verifikasi masalah, lanjutkan dengan menganalisis permasalahan, menetapkan tindakan serta prinsip terbaik bagi anak, memberikan informasi terkait penetapan tindakan terhadap pemohon, melakukan tindakan, pemulihan reintegrasi, monitoring dan evaluasi," ucapnya.
Laili berharap dengan adanya sosialisasi ini mampu memperkuat komitmen daerah untuk pemenuhan hak anak di bidang pendidikan.